Jumat, 23 Agustus 2013

Efektivitas Beberapa Merek Desinfektan Dalam Menurunkan Jumlah Angka Kuman Pada Lantai Ruang Rawat Inap Di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan Tahun 2005

Fungsi utama rumah sakit sebagai sarana pemulihan kesehatan orang sakit melalui pelayanan medik dan penunjang medik serta non medik dilaksanakan secara terpadu dan didukung oleh sanitasi lingkungan serta bebas dari kuman yang dapat menyebabkan terjadinya infeksi. Mengantisipasi permasalahan tersebut Depkes RI melalui Kepmenkes RI No.l204/Menkes/SK/X/2004 menyatakan standar angka kuman pada lantai rumah sakit sebesar 5-10 CFU/cm2 Bahan desinfektan yang biasa dijual di pasaran seperti merek Lysol, SOS, Superpel dan Wipol dapat digunakan sebagai bahan untuk menurunkan jumlah angka kuman pada lantai rumah sakit. Jenis penelitian ini adalah survai deskriptif analitik dengan rancangan Pre dan Posi Tesi Destgn.

 Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui jenis dan jumlah angka kuman di lantai rumah sakit sebelum dan setelah dilakukan pembersihan dengan menggunakan desinfektan merek Lysol, SOS, Superpel dan Wipol serta mengetahui efektivitas desinfektan dalam menurunkan jumlah angka kuman, dimana setiap perlakuan dilakukan pengulangan tiga kali. 

Jumlah angka kuman sebelum dan setelah perlakuan pada desinfektan merek Lysol yaitu 23,89 CFU/cm2 dan 7,67 CFU/cm2 dengan efektivitas sebesar 67,89%. 

Desinfektan merek SOS jumlah angka kumannya sebelum dan setelah perlakuan yaitu 26,89 CFU/cm2 dan 16,33 CFU/cm2 dengan persentase penurunan sebesar 39,27%, sedangkan desinfektan merek Superpel jumlah angka kumannya yaitu 30 CFU/cm2 untuk sebelum perlakuan dan 23,33 CFU/cm2 setelah perlakuan dengan persentase penurunan 22,23%.

 Jumlah angka kuman untuk desinfektan merek Wipol sebelum dan setelah perlakuan yaitu 31,66 CFU/cm2 dan 14,22 CFU/cm2 dengan persentase penurunan 55,08%. 

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penggunaan desinfektan dapat menurunkan jumlah angka kuman pada lantai rumah sakit. Desinfektan yang efektif dalam menurunkan jumlah angka kuman dalam penelitian ini adalah desinfektan merek Lysol, karena mampu menurunkan jumlah angka kuman sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh Depkes. Disarankan peningkatan pembersihan lantai sehingga mencapai standar (5-10 CFU/cm2) yang telah ditetapkan.


Sumber : http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/31972

Rabu, 07 Agustus 2013

Kolesterol Baik atau Jahat sih???

Kolesterol adalah lemak yang beredar dalam darah. Tubuh membutuhkan kolesterol karena membangun sel-sel tubuh, menghasilkan estrogen dan hormon lainnya.
Ada dua jenis kolesterol, kolesterol baik (HDL : High Density Lipoprotein) dan kolesterol jahat (LDL : low-density lipoprotein).

HDL bermanfaat untuk membantu tubuh memproduksi asam empedu dan vitamin D, juga membangun struktur tertentu dari sel tubuh. Kolesterol baik sangat penting untuk menyingkirkan LDL yang dapat mengancam jantung karena menimbulkan plak pada arteri/pembuluh darah. Plak pada arteri (Arterisklerosis) merupakan faktor pencetus penyakit kolesterol dan penyakit lainnya seperti angina (nyeri dada yang hebat), stroke dan jantung koroner.

Ada beberapa cara untuk meningkatkan kolesterol baik yaitu :

  1. Mengubah pola makan. Jauhi gula dan makan lebih banyak lemak sehat seperti alpukat, salmon dan kenari. Pastikan untuk mencari makanan yang tinggi lemak tak jenuh tunggal untuk meningkatkan jumlah kolesterol baik dalam tubuh.
  2. Olahraga juga dapat membantu Anda meningkatkan HDL dalam tubuh. Berjalan selama minimal 30 menit sehari. Ini saja dapat meningkatkan kolesterol baik oleh hampir 10%. Menjaga berat badan dapat membantu menurunkan LDL dan kadar kolesterol total, serta meningkatkan kolesterol HDL.
  3. Kurangi rokok, karena merokok dianggap sebagai kebiasaan buruk dan memiliki banyak efek negatif pada tubuh. Mulailah gaya hidup sehat yang baik untuk menjaga kesehatan jantung dan menghindarkan kolesterol jahat.



Jumat, 02 Agustus 2013

DIAGNOSIS PENYAKIT GASTROENTERITIS

D.      DIAGNOSIS
Dalam memberikan dasar klinis untuk diagnosis dan manajemen pengobatan pemahaman mengenai epidemiologi dan patogenesis infeksi gastroenteritis sangat penting. Wabah gastroenteritis masih sangat tinggi menyerang anak-anak. Gastroenteritis dapat terjadi karena saluran cerna terinfeksi (virus, bakteri, atau parasit), penyerapan makanan yang tidak baik atau tertelan makanan yang beracun. Selain dengan mengamati tanda dan gejala yang terjadi pada pasien, ada beberapa cara yang dilakukan untuk mendukung diagnosa menjadi lebih akurat, diantaranya yaitu :

1.    Pemeriksaan Fisik
Pada pasien yang menderita gastroenteritis ada dua data yang perlu diperhatikan, yaitu :
a.    Data Subjektif
1)   Nyeri atau kram pada bagain abdomen, serangan dan lamanya lokasi dan penyebarannya, karakter dan beratnya, faktor penghilang dan pemberatnya.
2)   Sering defekasi (BAB) : warna hijau atau kehijauan, mungkin mengandung darah.
3)   Penurunan nafsu makan : anoreksia

b.    Data Objektif
1)   Penurunan berat badan atau kegagalan untuk meningkatkan berat badan.
2)   Hiperaktif atau bising usus
3)   Deman 
4)   Peka rangsang
5)   Dehidrasi mata dengan ciri : cekung, turgor kulit buruk, tidak ada air mata saat menangis.
6)   Ketidakseimbangan elektrolit.

2.    Pemeriksaan Laboratorium
a.    Pemeriksaan Darah Lengkap
Tes laboratorium yang paling umum adalah hitung darah lengkap (HDL) atau Complete Blood Count (CBC). Tes ini, yang juga sering disebut sebagai ‘hematologi’, yaitu pemeriksaan terhadap jenis sel dalam darah, termasuk sel darah merah, sel darah putih dan trombosit (platelet). Sel darah putih (leukosit) berfungsi untuk membantu melawan infeksi dalam tubuh. Hitung Sel Darah Putih (White Blood Cell count/WBC) adalah menghitung jumlah total leukosit. Jika nilai hitung leukosit tinggi dapat diartikan tubuh kita sedang melawan infeksi. Namun, jika nilai hitung leukosit rendah (leukopenia atau sitopenia) berarti terdapat masalah dengan sumsum tulang, maka tubuh kurang mampu melawan infeksi.
Hitung Jenis (differential), yaitu pemeriksaan darah dengan menghitung lima jenis sel darah putih, yang terdiri atas: neutrofil, limfosit, monosit, eosinofil dan basofil. Neutrofil berfungsi melawan infeksi bakteri. Biasa jumlahnya adalah 55-70% dari leukosit. Jika neutrofil rendah (disebut neutropenia), memungkinkan tubuh lebih mudah terkena infeksi bakteri. Limfosit ada dua jenis sel limfosit : sel-T yang menyerang dan membunuh kuman, serta membantu mengatur sistem kekebalan tubuh; dan sel-B yang membuat antibodi, protein khusus yang menyerang kuman. Jumlah limfosit umumnya 20-40% dari leukosit. Monosit atau makrofag mencakup 2- 8% dari leukosit. Sel ini melawan infeksi dengan ‘memakan’ kuman dan memberi tahu sistem kekebalan tubuh mengenai kuman apa yang ditemukan. Jumlah monosit yang tinggi umumnya menunjukkan adanya infeksi bakteri. Eosinofil biasanya 1-3% dari leukosit. Sel ini terlibat dengan alergi dan tanggapan terhadap parasit. Jumlah yang tinggi, terutama jika diare, flatulen atau perut kembung, mungkin menandai keberadaan parasit. (10)
b.    Pemerikasaan Feses
Pemeriksaan feses dilakukan secara makroskopis maupun mikroskopis. Analisa terhadap warna, konsistensi, dan darah secara makroskopis.  Sedangkan secara mikroskopis meliputi: keberadan amuba, lemak, leukosit, eritrosit, jamur, telur cacing dan parasit lain. Diagnosis yang pasti dari penyebab infeksi adalah dengan pemeriksaan mikroskopik dari sampel feses. Sampel feses yang masih cair dikumpulkan dalam jumlah besar dari 10 orang sakit selama 48 jam pertama mereka sakit, kemudian patologi virus dideteksi. Kajian feses juga dilakukan ketika pasien mengalami diare berdarah atau jika penyebabnya yang tidak biasa, seperti Escherichia coli atau Cryptosporidium. (11)
c.    Pemeriksaan Urin
Urin dengan berat jenis yang bertambah dan pH <7 -="" 1.006="" 1.030="" 7.="" adalah="" berat="" dan="" dehidrasi.="" j="" jenis="" menunjukkan="" nbsp="" normal="" ph="" span="" terjadinya="" urin="" yang="">Identifikasi organisme Shigella dapat dilakukan dengan kultur urin, karena Shigella dapat keluar bersama urin. 


E.       PENANGANAN (12)
1.    Non Farmakologi
Penanganan penderita gastroenteritis secara non farmakologi antara lain:
a.    Pemberian Makanan
     Makanan yang diberikan pada penderita gastroenteritis adalah makanan yang mudah dicerna seperti makanan setengah padat (bubur). Pada bayi dapat diberikan susu (ASI atau susu formula yang mengandung laktosa rendah dan asam lemak tidak jenuh). Air susu ibu (ASI) mempunyai khasiat preventif secara imunologi dengan adanya antibodi dari zat-zat lain yang dikandungnya.
b.   Menjaga kebersihan lingkungan disekitar tempat penderita
c.    Selalu membiasakan untuk mencuci tangan dengan bersih

2.    Farmakologi
Penanganan penderita gastroenteritis secara farmakologi antara lain:
a.    Pemberian cairan
     Pemberian cairan diberikan secara oral, intragastri dan intravena. Pemberian secara oral dikhususkan untuk dehidrasi ringan, sedang dan tanpa dehidrasi dan bila pasien mau minum serta kesadaran yang baik. Pemberian secara intragastri dikhususkan untuk dehidrasi ringan, sedang dan tanpa dehidrasi tetapi pasien tidak mau minum atau kesadaran menurun. Pemberian secara intravena dikhususkan untuk dehidrasi berat. Jumlah cairan yang diberikan tergantung dari tingkat dehidrasi. Cairan yang diberikan secara oral terdiri dari :
1)   Formula lengkap yang mengandung NaCl, NaHCO3, KCl dan glukosa dan formula lengkap ini sering disebut oralit.
2)   Formula sederhana (tidak lengkap), dapat dibuat sendiri hanya mengandung garam dan gula (NaCl dan sukrosa atau karbohidrat lain) misalnya larutan garam.
b.   Obat-obatan
     Obat untuk mengobati gastroenteritis biasa tidak diperlukan, kecuali gejala yang ditimbulkan berat. Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati gejala gastroenteritis dapat diuraikan dibawah ini.
1)   Antidiare
     Antidiare digunakan untuk mengobati gejala diare. Loperamide adalah obat antidiare banyak digunakan untuk mengobati gastroenteritis. Loperamid memperlambat gerakan isi usus Anda dan juga dapat meningkatkan penyerapan air dari usus. Sembelit dan pusing adalah dua efek samping yang umum dari loperamid. Efek samping jarang termasuk: haid, kantuk, ruam dan kembung. Loperamid tidak cocok untuk orang dengan kolitis (radang usus besar) atau bagi wanita hamil. Namun, dapat digunakan secara aman saat menyusui. Jika memiliki suhu tinggi 380C atau diatasnya, atau jika terdapat darah atau lendir dalam kotoran, tidak harus menggunakan loperamid, atau obat antidiare lain. Dalam hal ini, obat bisa membuat gejala lebih memburuk. Obat antidiare tidak boleh digunakan oleh anak di bawah usia 12 tahun, kecuali langsung diperintahkan oleh dokter Anda.
2)   Antiemetik
    Obat antiemetik digunakan untuk membantu mencegah atau mengurangi muntah. Umumnya antiemetik termasuk stemetil (proklorperazin) dan metoklopramid (yang dapat diberikan melalui suntikan langsung ke dalam otot maupun secara oral). Metoklopramid membantu mengendurkan otot-otot yang digunakan selama muntah, sementara pada saat yang sama mempercepat penyerapan cairan dan makanan dengan sistem pencernaan.
3)   Antipiretik
     Dalam dosis rendah berguna untuk menurunkan panas yang terjadi akibat dehidrasi maupun panas karena infeksi penyerta.
4)   Antibiotik
  Antibiotik biasanya tidak dianjurkan untuk mengobati gastroenteritis karena kebanyakan kasus gastroenteritis disebabkan oleh virus dan bahkan jika gastroenteritis disebabkan oleh bakteri, penelitian menunjukkan bahwa antibiotik sering tidak lebih efektif daripada menunggu semua gejala timbul dan antibiotik dapat menyebabkan efek samping yang tidak menyenangkan setiap kali antibiotik digunakan untuk mengobati kondisi ringan, antibiotik menjadi kurang efektif untuk mengobati kondisi yang lebih serius. Namun, antibiotik mungkin dianjurkan jika gastroenteritis sangat berat dan bakteri tertentu telah diidentifikasi sebagai penyebabnya. Antibiotik juga mungkin dianjurkan jika memiliki faktor risiko yang membuat pasien lebih rentan terhadap infeksi, seperti sistem kekebalan tubuh yang lemah. Efek samping dari penggunaan antibiotik untuk mengobati gastroenteritis meliputi: mual, muntah, diare, sakit perut dan ruam.

DRUG THERAPY MONITORING (DTM) PENYAKIT GASTROENTERITIS Part 2

BAB II
URAIAN TENTANG PENYAKIT


A.      DEFINISI
Gastroenteritis didefenisikan sebagai inflamasi membran mukosa lambung dan usus halus. Gastroenteritis akut ditandai dengan diare dan pada beberapa kasus muntah-muntah yang berakibat kehilangan cairan dan elektrolit yang menimbulkan dehidrasi dan gangguan keseimbangan elektrolit. Penyebab utama gastroenteritis akut adalah virus (rotavirus, adenovirus enteric, virus Norwalk, dan lain-lain), bakteri atau toksinnya (Campylobacter, Salmonella, Shigella, Escherichia Coli, Yersinia, dan lain-lain), serta parasit (Giardia Lambia, Cryptosporidium), tetapi bisa juga disebabkan zat kimia, jamur beracun, dan lain-lain. Patogen ini menimbulkan penyakit dengan menginfeksi sel-sel, menghasilkan enterotoksin atau sitotoksin yang merusak sel atau melekat pada dinding usus. Pada gastroenteritis akut, usus halus adalah alat pencernaan yang paling sering terkena. (2)

B.       ETIOLOGI, FAKTOR RESIKO, PATOFISIOLOGI, PATHOGENESIS, MANIFESTASI KLINIK, KOMPLIKASI
1.    Etiologi (3)
Gastroenteritis dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain :
a.    Faktor infeksi
1)   Infeksi Internal
Infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama gastroenteritis pada anak. Infeksi internal meliputi :
a)    Infeksi bakteri : Basiler disentri, Escherichia colli, Salmonella.
b)   Infeksi virus : Enterovirus, Adenovirus, Rotavirus.
c)    Infeksi parasit : cacing, protozoa, jamur.
2)   Infeksi parenteral, yaitu infeksi di bagian tubuh lain diluar alat pencernaan seperti tonsillitis, brochopneumoni, encephalitis dan sebagainya. Keadaan ini terutama pada bayi dan anak yang berumur dibawah 2 tahun.
b.    Faktor makanan
Makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.
c.    Faktor malabsorbsi
1)   Malabsorbsi karbohidrat, disakarida (intoleran laktosa, maltosa) pada bayi dan anak yang tersering adalah intoleransi laktosa
2)   Malabsorbsi lemak dan protein
d.   Faktor psikologi : rasa takut dan cemas biasanya terjadi pada anak lebih besar.

2.    Faktor Resiko (3)
1.    Jumlah penduduk yang padat atau ramai
2.    Makanan yang terkontaminasi atau makanan dengan temperatur yang tidak cukup tinggi sehingga tidak dapat membunuh organisme penyebab Gastroenteritis.
3.    Sanitasi lingkungan yang jelek

3.    Patofisiologi (2)
Gastroenteritis akut ditularkan melalui rute fekal-oral dari orang ke orang atau melalui air dan makanan yang terkontaminasi. Sebagian besar gastroenteritis dapat sembuh sendiri dan prognosisnya baik dengan pengobatan. Anak-anak malnutrisi dapat menderita infeksi yang lebih berat dan lebih membutuhkan waktu yang lebih lama untuk sembuh.
Penting untuk mengetahui aspek perubahan fungsi tubuh yang terjadi akibat mengalami gastroenteritis. Umumnya gastroenteritis terjadi karena adanya infeksi bakteri patogen dalam tubuh yang kemudian menetap didalam usus maupun lambung manusia. keberadaan bakteri ini merangsang terbentuknya toksin yang dapat membuat usus ataupun lambung mengalami peradangan. Peradangan yang terjadi pada usus atau lambung dapat menurunkan absorpsi karbohidrat sehingga dapat terjadi hipoglikemik. Akibat peradangan lambung juga dapat meningkatkan produksi asam lambung, sehingga terjadi reaksi mual dan muntah yang menyebabkan dehidrasi terjadi. Pada peradangan usus, akan meningkatkan motilitas usus yang mengakibatkan sekresi cairan dan elektrolit meningkat sehingga terjadi kekurangan kalium (hipokalemia). Hipokalemia dapat menginduksi terjadinya kram perut/abdomen sehingga menimbulkan rasa nyeri. Selain itu, peradangan usus dapat meningkatka permeabilitas usus yang meyebabkan tekanan intra lumen meningkat sehingga usus tidak diberi kesempatan untuk menyerap nutrisi makanan dengan baik dan dapat mengakibatkan terjadinya defekasi yang berlebihan dengan konsistensi yang cair, juga dapat menyebabkan dehidrasi dan syok hipovolemik.

4.    Patogenesis (2)
Dua hal umum yang patut diperhatikan pada keadaan gastroenteritis akut karena infeksi adalah faktor kausal (agent) dan faktor penjamu (host). Faktor penjamu adalah kemampuan tubuh untuk mempertahankan diri terhadap organisme yang dapat menimbulkan gastroenteritis akut, terdiri atas faktor-faktor daya tangkis atau lingkungan intern traktus intestinalis, seperti keasaman lambung, motilitas usus, imunitas dan juga mencakup lingkungan mikroflora usus, sekresi mukosa, dan enzim pencernaan.
Penurunan keasaman lambung pada infeksi shigella terbukti dapat menyebabkan serangan infeksi yang lebih berat dan menyebabkan kepekaan lebih tinggi terhadap infeksi oleh V. cholera. Hipomotilitas usus pada infeksi usus memperlambat waktu gastroenteritis dan gejala penyakit, serta mengurangi absorbsi elektrolit, tambahan lagi akan mengurangi kecepatan eliminasi sumber infeksi. Peran imunitas dibuktikan dengan didapatkannya frekuensi pasien giardiasis pada mereka yang kekurangan IgA, demikian pula gastroenteritis yang terjadi pada penderita HIV/AIDS karena gangguan imunitas. Percobaan lain membuktikan bahwa bila lumen usus dirangsang oleh suatu toksoid berulang kali, akan terjadi sekresi antibodi.
Faktor kausal yang mempengaruhi patogenesis antara lain adalah daya lekat dan penetrasi yang dapat merusak sel mukosa, kemampuan memproduksi toksin yang mempengaruhi sekresi cairan di usus halus. Kuman tersebut dapat membentuk koloni-koloni yang juga dapat menginduksi diare yang merupakan gejala dari gastroenteritis akut.

5.    Manifestasi Klinik (2)
1.    Konsistensi feses cair (diare) dan frekuensi defekasi meningkat
2.    Muntah (umumnya tidak lama)
3.    Demam (mungkin ada atau tidak)
4.    Kram abdomen
5.    Membran mukosa kering
6.    Fontanel cekung (bayi)
7.    Berat badan turun
8.    Malaise

6.    Komplikasi (2,4)
1.    Gangguan keseimbangan asam basa
2.    Hipokalemia (keadaan kadar kalium yang rendah)
3.    Hipoglikemia (keadaan kadar glukosa darah yang rendah)
Gejala hipoglikemi akan muncul jika kadar glukosa darah sampai 40 mg % pada bayi disertai lemas apatis, peka rangsang, tremor, berkeringat, pucat, syok, kejang sampai koma.
Intoleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi laktase karena kerusakan vili mukosa usus halus.
4.    Syok hipovolemik yang terdekompensasi (hipotensi, asidosis metabolik, perfusi sistemik buruk)
5.  Gangguan gizi, sewaktu anak menderita diare, sering terjadi gangguan gizi dengan akibat terjadinya penurunan berat badan dalam waktu yang singkat.
6.    Gangguan sirkulasi
Terjadi gangguan sirkulasi darah berupa renjatan (shock) hipovolemik yang selanjutnya dapat mengakibatkan pendarahan dalam otak dan kesadaran menurun.
7.    Kejang demam
8.    Bakteremia

C.      EPIDEMIOLOGI
Epidemiologi gastroenteritis dasarkan pada beberapa hal berikut:
a.    Distribusi gastroenteritis berdasarkan orang
Gastroenteritis merupakan sejenis penyakit infeksi yang terjadi di seluruh negara di dunia. Penyakit ini lebih sering terjadi pada anak-anak dan lansia dikarenakan daya tahan tubuh yang lemah dan mudah mengalami dehidrasi. Gastroenteritis biasanya terjadi pada masyarakat yang berpendidikan dan berpendapatan rendah, hal ini dikaitkan dengan tingkat pengetahuan dan perilaku terhadap kesehatan yang kurang
b.    Berdasarkan tempat
Menurut World Health Organization (WHO) dalam Soegijanto (2002) menyatakan bahwa tujuh dari sepuluh kematian anak di negara berkembang dapat disebabkan oleh lima penyebab utama, yakni salah satunya adalah gastroenteritis yang masih merupakan salah satu penyebab utama mortalitas anak-anak di negara berkembang. Kejadian gastroenteritis lebih tinggi pada penduduk perkotaan yang padat dan kumuh. Sedangkan di negara maju dengan tingkat pendidikan dan kesehatan tinggi kejadian gastroenteritis jauh lebih rendah. Hal ini erat kaitannya dengan kurangnya pencemaran minum anak dan sebagaian lain oleh faktor pencegahan imunologik dari ASI. (4,5)
c.    Berdasarkan waktu
Di Negara-negara yang beriklim empat musim, gastroenteritis yang disebabkan oleh bakteri sering terjadi pada musim panas, sedangkan yang disebabkan oleh virus terjadi pada musim dingin. Di Indonesia, gastroenteritis yang disebabkan oleh rotavirus dapat terjadi sepanjang tahun dengan puncak kejadian pada pertengahan musim kemarau (Juli – Agustus), sedangkan yang disebabkan oleh bakteri puncaknya pada pertengahan hujan (Januari – Februari). (6)
Di Amerika, infeksi rotavirus dan astovirus terjadi selama musim dingin setiap tahun (Oktober – April) sedangkan infeksi non virus muncul sepanjang tahun. (7)
Gastroenteritis atau yang biasa disebut diare menjadi penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak di Indonesia. Berdasarkan data WHO tahun 2000 – 2003 gastroenteritis merupakan penyebab kematian nomor tiga balita baik di dunia maupun di Asia Tenggara dengan Proportional Mortality Ratio (PMR) masing – masing sebesar 17% dan 18%. (8)
Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004 menunjukkan angka kematian akibat gastroenteritis sebesar 23 per 100 ribu penduduk dan pada balita sebesar 75 per 100 ribu balita. Selama tahun 2006 sebanyak 41 kabupaten dari 16 propinsi melaporkan terjadi KLB GE dengan Case Fatality Rate (CFR) sebesar 2,5% dari 10.980 kasus yang dilaporkan. (9)