Peran
apoteker dalam menghadapi era SJSN selain menjamin bahwa pasien mendapatkan
obat yang bermutu, aman dan berkhasiat adalah menjadi pemberi informasi. yang tepat untuk membantu para pembuat kebijakan dalam menentukan alternatif pengobatan yang
tersedia agar lebih efisien, efektif dan ekonomis.
Untuk mendukung terlaksananya SJSN
yang mengacu pada penggunaan obat yang rasional, maka diperlukan suatu sistem
formularium yang bersifat nasional. Apoteker sebagai tenaga penunjang kesehatan
harus dapat menunjang informasi terkait obat yang akan masuk dalam formularium
nasional. Salah satu pendekatan medik yang digunakan untuk penelusuran bukti
ilmiah terkait obat-obatan maupun hal lain yang berhubungan dengan kepentingan
pelayanan kesehatan adalah Evidance Based
Medicine (EBM). Telaah kritis terhadap literatur yang berkaitan dengan suatu
obat dilakukan untuk mempermudah pengambilan keputusan dalam menyusun
formularium nasional.
Analgesik merupakan salah satu obat
esensial atau obat yang paling dibutuhkan dalam pelayanan kesehatan. Analgesik
yang terdapat dalam Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) 2011 terbagi menjadi 2 golongan analgesik, yaitu :
analgesik narkotik dan non narkotik. Analgesik golongan narkotik terdiri dari :
fenitanil, kodein, morfin, petidin dan sufetanil. Sedangkan analgesik golongan
non narkotik adalah : ibuprofen, ketoprofen, natrium diklofenak, dan
parasetamol.
Dalam penyusunan formularium
nasional ada banyak kriteria yang dipenuhi untuk pemilihan obat esensial maupun
penambahan obat. Salah satunya adalah memiliki rasio manfaat-resiko (benefit-risk ratio) yang paling
menguntungkan penderita atau manfaat-biaya (benefit-cost
ratio) atau paling tertinggi berdasarkan biaya langsung dan tidak langsung
dari penderita.
Berdasarkan hasil
pengkajian jurnal, menurut Pergolizzi
et al (2012) Analgesik kombinasi
dosis tetap dengan dua atau lebih zat aktif dapat memberikan efek aditif atau
sinergis untuk mengobati beberapa mekanisme nyeri. Oleh karena itu, nyeri dapat
diobati secara efektif sedangkan toksisitas berkurang karena dosis yang lebih
rendah. Salah satu produk analgesik kombinasi dosis tetap baru-baru ini yaitu
dengan menggabungkan tramadol, analgesik opioid lemah yang bekerja sentral
dengan dosis rendah parasetamol.
Telah
diteliti perbandingan efikasi antara parasetamol dan tramadol, menurut Muhamad
dkk, (2013) antara parasetamol 500mg dengan tramadol 50mg yang diberikan secara
per oral memiliki efektifitas yang sama dalam mengatasi nyeri pasca operasi
TURP. Sedangkan kejadian mual dan alergi tidak ada perbedaan yang bermakna pada
kedua kelompok.
Menurut
Rawal et al, (2011) efikasi analgesik
dari kombinasi tablet tramadol 37,5mg/parasetamol 325mg sebanding dengan profil
keamanan yang lebih baik daripada tramadol 50mg pada pasien yang mengalami
nyeri pasca operasi setelah operasi tangan rawat jalan. Penelitian meta-analisis
oleh Edward, et al (2002) menunjukkan keunggulan analgesik obat
kombinasi atas komponennya tanpa adanya toksisitas tambahan. Efek samping
adalah serupa untuk obat kombinasi dan komponen opioid saja. Efek samping yang
umum adalah pusing, mengantuk, mual, muntah, dan sakit kepala. Hal ini didukung
oleh penelitian Rawal et al
(2011) bahwa efek samping tersebut lebih jarang terjadi pada pasien yang
mendapat kombinasi, sehingga untuk meminimalisasi efek samping sebaiknya pasien
diberikan kombinasi antara tramadol dengan parasetamol.
Hasil
penelitian Alfano, et al (2011)
menunjukkan bahwa Tramadol/Paracetamol 37.5/325mg lebih unggul dari pada
Codein/Parasetamol 30/500mg dalam hal efikasi analgesik yang lebih tinggi dengan
lebih sedikit pasien yang melaporkan efek samping dan sedikit pasien yang memerlukan obat penyelamat
(tramadol 50mg s.c). Kombinasi tetap tramadol/parasetamol sangat berharga dan
menjadi suatu alat yang aman untuk manajemen nyeri pada hari operasi di rumah
sakit, terutama sebagai upaya yang dilakukan untuk mengurangi waktu rawat inap.
Hal ini secara tidak langsung mengurangi biaya perawatan di rumah sakit,
sehingga pasien akan membayar biaya perawatan dengan lebih rendah dan lebih
cepat dalam penyembuhan nyeri pasca operasi.
Pustaka :
Alfano. G., M. Grieco., A. Forino.,
G. Meglio., M.C. Pace., M. Iannotti. 2011.
Analgesia With Paracetamol/Tramadol Vs Paracetamol/Codeine
In One Day-Surgery: A Randomized Open Study . European
Review for Medical and Pharmacological Sciences.
Edwards. Jayne
E., DPhil., Henry J. M., DM, and R. Andrew Moore. 2002. Combination Analgesic Efficacy: Individual Patient Data Meta-Analysis
of Single-Dose Oral Tramadol Plus Acetaminophen in Acute Postoperative Pain.
Journal of Pain and Symptom Management
Muhammad.
Ismail., Alvarino, Nasman Puar, Hafni Bachtiar. 2013. Perbedaan Efektivitas Parasetamol Oral Dengan Tramadol Oral Sebagai
Tatalaksana Nyeri Pasca Operasi Transurethral Resection of The Prostate. http://jurnal.fk.unand.ac.id
Pergolizzi.
Joseph, V. Mart van de Laar., Richard L.,
Hans-Ulrich M.,
Ignacio Morón M., Srinivas N., Joanne O’Brien., Serge P., Robert B R., 2012. Tramadol/Paracetamol Fixed-Dose Combination
In The Treatment Of Moderate To Severe Pain. Journal of Pain Research.
Rawal Narinder.,
Valery Macquaire., Elena Catalá., Marco Berti., Rui Costa., Markus Wietlisbach.
2011. Tramadol/Paracetamol Combination
Tablet For Postoperative Pain Following Ambulatory Hand Surgery: A
Double-Blind, Double-Dummy, Randomized, Parallel-Group Trial. Journal of
Pain Research
Tidak ada komentar:
Posting Komentar